Mismatch Keterampilan Masih Jadi Tantangan, Pendidikan Vokasi Harus Lebih Responsif Terhadap Kebutuhan Industri

Bogor, 9 Juli 2025 — Tantangan utama pendidikan vokasi di Indonesia saat ini bukan hanya mencetak lulusan, tetapi memastikan lulusan benar-benar memiliki kompetensi yang dibutuhkan industri dan pasar kerja. Hal ini disampaikan oleh Dr. Abdul Malik, Konsultan Kebijakan dan Pembiayaan Pendidikan, dalam Workshop Penguatan Kompetensi Dosen Sekolah Vokasi IPB University yang berlangsung di IPB International Convention Center (IICC), Rabu (9/7).

Melalui paparannya yang bertajuk “Memperkuat Orientasi Permintaan dan Basis Kompetensi Pendidikan dan Pelatihan Vokasi”, Dr. Malik menegaskan bahwa pendidikan vokasi tidak boleh dipandang sekadar jalur alternatif dari pendidikan akademik, melainkan harus menjadi jalur utama yang berdiri dengan filosofi dan paradigma yang berbeda.

“Pendidikan vokasi tidak bisa sekadar diperlakukan sebagai jalur paralel pendidikan akademik. Struktur dan prosesnya harus berbeda, karena orientasi dan filosofi vokasi adalah berbasis keterampilan dan kompetensi,” tegas Dr. Malik.

Mengutip hasil survei tingkat perusahaan, Dr. Malik menyebutkan bahwa 80% perusahaan di Indonesia mengaku mudah mendapatkan calon karyawan, tetapi sulit menemukan kandidat dengan keterampilan yang tepat. Bahkan, kurang dari 50% perusahaan menyatakan karyawannya memiliki keterampilan yang dibutuhkan.

“Ini bukan sekadar soal angka kelulusan, tapi soal ketepatan keterampilan. Mismatch ini menyebabkan biaya rekrutmen meningkat dan banyak posisi dibiarkan kosong karena kekurangan tenaga terampil,” ujarnya.

Ia juga menyoroti rendahnya penguasaan basic skills seperti membaca, menulis, komunikasi, dan kerja tim di kalangan lulusan, yang menjadi salah satu alasan utama perusahaan kesulitan mendapatkan tenaga kerja yang siap pakai.

Menurut Dr. Malik, negara-negara yang berhasil membangun pendidikan vokasi selalu berpijak pada standar kompetensi yang jelas dan konsisten. Ia mencontohkan Australia dengan Australian Skills Quality Authority (ASQA) dan Filipina melalui TESDA, di mana setiap lulusan memiliki acuan kompetensi yang terstandar dan diakui industri.

“Standar kompetensi adalah kata kunci. Pendidikan vokasi harus memberikan kepastian tentang keterampilan dan kompetensi yang bisa diharapkan dari lulusan,” kata Dr. Malik.

Ia menekankan bahwa dalam pendidikan vokasi, ukuran kelulusan bukan lagi sekadar pengetahuan (knowledge), melainkan tercapaianya kompetensi yang teruji dan sesuai kebutuhan pekerjaan.

“Kalau mau benar-benar competency-based, ukuran lulusnya ya harus kompetensi, apakah itu dalam bentuk mikro kredensial, kualifikasi, atau kompetensi jabatan,” jelasnya.

Dr. Malik menegaskan bahwa kebutuhan industri akan tenaga terampil harus benar-benar diartikulasikan secara kredibel, dengan proses yang valid, sistematis, dan terstandarisasi. Pendidikan vokasi harus siap diukur baik di level nasional maupun internasional agar lulusan benar-benar kompetitif.

Ia juga menyoroti pentingnya Recognition of Prior Learning (RPL) sebagai bagian dari strategi pengembangan SDM yang fleksibel, ramah terhadap perubahan, dan berbasis kompetensi.

“Vokasi harus membekali mahasiswa dengan keterampilan dan kompetensi nyata, bukan sekadar gelar. Apa yang dibutuhkan industri harus jadi acuan dalam mendesain pembelajaran,” tutupnya. (ASW)

Alamat & Kontak

KAMPUS BOGOR – Jl. Raya Pajajaran, Kota Bogor, Jawa Barat 16128

KAMPUS SUKABUMI – Jl. Sarasa No. 45, Babakan, Kec. Cibeureum, Kota Sukabumi, Jawa Barat 43142

Select the fields to be shown. Others will be hidden. Drag and drop to rearrange the order.
  • Image
  • SKU
  • Rating
  • Price
  • Stock
  • Availability
  • Add to cart
  • Description
  • Content
  • Weight
  • Dimensions
  • Additional information
Click outside to hide the comparison bar
Compare