Bogor, 9 Juli 2025 — Perubahan dunia kerja yang kian dinamis menuntut dunia pendidikan, khususnya vokasi, untuk beradaptasi lebih cepat. Hal ini ditegaskan oleh Dr. Wikan Sakarinto, pendiri sekaligus direktur Politeknik Mitra Industri MM2100 Bekasi dan Akademi Inovasi Indonesia Salatiga, yang menjadi narasumber dalam Workshop Penguatan Kompetensi Dosen bertajuk “Penguatan Kompetensi Dosen dalam Mendorong Pembelajaran Vokasional yang Relevan dan Kontekstual” di IPB International Convention Center (IICC), Rabu (9/7). Kegiatan yang diikuti oleh seluruh dosen di Sekolah Vokasi IPB ini menjadi bagian dari langkah strategis menuju Kampus Berdampak dengan mempercepat transformasi pendidikan vokasi yang adaptif, berbasis kebutuhan dunia usaha dan industri (IDUKA), serta berorientasi pada penguatan karakter dan soft skills mahasiswa.
Dalam paparannya, Dr. Wikan Sakarinto menilai bahwa implementasi Teaching Factory (Tefa) di Sekolah Vokasi IPB sudah berjalan dengan baik, namun perlu optimalisasi lebih lanjut agar benar-benar terintegrasi dalam budaya belajar. Ia menekankan bahwa mindset adalah kunci utama keberhasilan pendidikan vokasi.
“Mau kurikulum apapun, kalau mindset-nya belum berubah, maka transformasi pendidikan vokasi tidak akan terjadi. Mindset is the key,” tegas Dr. Wikan.
Menurut Dirjen Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek RI tahun 2020-2022 ini Tefa dan project-based learning bukan sekadar metode, tetapi harus menjadi filosofi pembelajaran yang membentuk lulusan agar tidak hanya siap kerja, tetapi juga siap belajar ulang, beradaptasi, dan berinovasi. Ia menambahkan bahwa tujuan Tefa bukan hanya mencetak pekerja, melainkan membangun manusia Indonesia yang berkarakter, mandiri, sehat jasmani rohani, mampu berpikir kritis, dan berkolaborasi dalam berbagai situasi.
“Kita bukan hanya mencetak lulusan untuk bekerja, tetapi mencetak warga negara yang beriman, berkarakter, sehat, kreatif, dan bisa bekerja sama dengan baik,” ujarnya.
Dr. Wikan juga menyoroti bahwa peran dosen vokasi harus bergeser dari sekadar pengajar menjadi arsitek pembelajaran. Hal ini berarti dosen harus mampu merancang pengalaman belajar yang kontekstual dan berdampak, mempertemukan mahasiswa dengan dunia nyata melalui proyek riil, interaksi dengan industri, serta inovasi yang relevan dengan tantangan masa kini.
“Dosen vokasi tidak cukup hanya menjadi pengajar di kelas. Dosen harus mampu menjadi arsitek pembelajaran yang merancang pengalaman belajar kontekstual, mempertemukan mahasiswa dengan dunia nyata melalui proyek-proyek riil, interaksi industri, dan inovasi yang relevan dengan kebutuhan zaman,” ujar Dr. Wikan Sakarinto.
Dr. Wikan juga menekankan bahwa kurikulum sebaik apapun tidak akan efektif jika mindset dosen dan mahasiswa tidak berubah. “Tanpa perubahan mindset, inovasi pendidikan vokasi akan berhenti di tataran wacana,” ungkapnya.
Pada paparannya Dr. Wikan menunjukkan bagaimana hasil pembelajaran vokasional idealnya tidak hanya berhenti di ruang kelas, tetapi bisa melahirkan berbagai produk yang diadopsi oleh industri, dipatenkan, dipublikasikan, atau bahkan dikomersialisasikan. Proyek-proyek mahasiswa harus diarahkan untuk masuk ke pasar dan menciptakan nilai nyata.
Menurutnya, dengan dukungan model Tefa dan pendekatan project-based learning, karya mahasiswa bisa berujung pada revenue, beasiswa, uang saku, hingga peluang kerja di dalam dan luar negeri.
“Inilah hasil yang kita harapkan: produk vokasi yang tidak hanya menjadi portofolio, tetapi juga masuk ke pasar, diadopsi industri, dan memberi manfaat ekonomi dan sosial,” ujar Dr. Wikan.
Melalui workshop ini, Sekolah Vokasi IPB University berkomitmen memperkuat peran dosen sebagai penggerak transformasi dan terus memperluas kolaborasi dengan industri agar lulusan vokasi benar-benar relevan, unggul, dan berdampak nyata. (ASW)
